WELCOME

selamat datang di "Stardust Corp"

Tuesday, April 2, 2013

Bonsai


Bonsai :
Bonsai adalah tanaman atau pohon yang dikerdilkan di dalam pot dangkal dengan tujuan membuat miniatur dari bentuk asli pohon besar yang sudah tua di alam bebas. Penanaman (sai, ) dilakukan di pot dangkal yang disebut bon. Istilah bonsai juga dipakai untuk seni tradisional Jepang dalam pemeliharaan tanaman atau pohon dalam pot dangkal, dan apresiasi keindahan bentuk dahan, daun, batang, dan akar pohon, serta pot dangkal yang menjadi wadah, atau keseluruhan bentuk tanaman atau pohon. Bonsai adalah pelafalan bahasa Jepang untuk penzai .
Seni ini mencakup berbagai teknik pemotongan dan pemangkasan tanaman, pengawatan (pembentukan cabang dan dahan pohon dengan melilitkan kawat atau membengkokkannya dengan ikatan kawat), serta membuat akar menyebar di atas batu. Pembuatan bonsai memakan waktu yang lama dan melibatkan berbagai macam pekerjaan, antara lain pemberian pupuk, pemangkasan, pembentukan tanaman, penyiraman, dan penggantian pot dan tanah. Tanaman atau pohon dikerdilkan dengan cara memotong akar dan rantingnya. Pohon dibentuk dengan bantuan kawat pada ranting dan tunasnya. Kawat harus sudah diambil sebelum sempat menggores kulit ranting pohon tersebut. Tanaman adalah makhluk hidup, dan tidak ada bonsai yang dapat dikatakan selesai atau sudah jadi. Perubahan yang terjadi terus menerus pada tanaman sesuai musim atau keadaan alam merupakan salah satu daya tarik bonsai.

Tegak Lurus (Chokkan)
Batang pohon tegak lurus vertikal ke atas. Pohon dikatakan memiliki batang yang ideal bila pohon memiliki diameter batang yang makin ke atas makin mengecil, dimulai dari bagian batang yang dekat dengan akar. Pohon dikatakan memiliki dahan yang ideal bila dahan ada di sisi depan-belakang atau kiri-kanan saling bersilangan satu sama lainnya. Jarak antardahan makin ke atas makin sempit. Bentuk akar ideal adalah akar yang bila dilihat dari atas, menjalar ke segala penjuru.
 
 
 
Tegak Berkelok-kelok (Moyogi)
Batang pohon tegak berkelok-kelok ke kiri dan ke kanan. Diameter batang makin ke atas makin mengecil dengan keseimbangan kiri dan kanan yang baik. Dahan yang baik adalah dahan yang ada di bagian puncak lengkungan batang pohon. Dahan yang berada di bagian dalam lengkungan dipotong. Dari pangkal batang hingga bagian puncak pohon dapat ditarik garis lurus, dan orang yang melihat tidak merasa khawatir dengan keseimbangan pohon tersebut.
Miring (Shakan)
Batang pohon miring ke satu sisi bagaikan terus menerus ditiup angin ke arah tersebut. Bagaikan ada benda yang menghalangi di salah satu sisi, batang pohon tumbuh mencondong ke sisi lain. Ciri khas bentuk ini berupa dahan yang ada hanya di bagian puncak lengkungan batang, dan berselang-seling di sisi kiri-kanan dan depan-belakang.
Tertiup Angin[ (Fukiganashi)
Dibandingkan bonsai bentuk Miring, pohon tumbuh sambil mengalami paksaan yang lebih kejam. Batang dan dahan pohon hanya condong ke satu arah. Batang dan dahan pohon yang condong ke satu sisi jauh lebih panjang daripada tinggi pohon yang diukur dari pangkal batang ke puncak pohon. Posisi batang dan dahan mirip dengan bonsai gaya Setengah Menggantung, namun batang dan dahan terlihat membentuk garis paralel.
Menggantung (Kengai?)
Pohon diibaratkan tumbuh di permukaan dinding terjal yang berada di tebing tepi laut atau dinding lembah terjal. Batang pohon tumbuh bagaikan menggantung ke bawah tebing. Puncak pohon tersebut menggantung jauh hingga melebihi dasar pot. Bila puncak pohon tidak melebihi dasar pot maka bonsai disebut Setengah Menggantung (Han Kengai).
Batang Terpilin (Bankan?)
Batang pohon terlihat sangat dipilin, atau pohon tumbuh dengan kecenderungan memilin diri. Batang pohon begitu terlihat dipilin bagaikan ular yang sedang bergelung.
Sapu Tegak (Hōkidachi?)
Batang tegak lurus hingga di tengah sebelum dahan dan ranting tumbuh menyebar ke segala arah. Puncak pohon sulit ditentukan dari sejumlah puncak dahan yang ada sehingga bentuk bonsai ini mirip sapu dari bambu. Keindahan bonsai gaya ini dinilai dari percabangan dahan yang rapi, dan titik dimulainya persebaran dahan dan ranting ke segala arah, tinggi pohon, dan keseimbangan unsur-unsur tersebut.
Menonjolkan Akar (Neagari)
Akibat pohon dipelihara di lingkungan pemeliharaan yang kejam, bagian pangkal akar yang bercabang-cabang di dalam tanah menjadi terekspos ke luar di atas tanah bagaikan akibat diterpa angin dan hujan.
Berbatang Banyak (Takan)
Dari satu pangkal akar tumbuh tegak lebih dari satu batang pohon. Bila tumbuh dua batang pohon, maka bonsai disebut Berbatang Dua (Sōkan). Bila ada tiga batang pohon, maka disebut Berbatang Tiga (Sankan). Bonsai berbatang lima atau lebih disebut Tunggul Tegak (Kabudachi). Batang berjumlah ganjil lebih disukai. Selain bonsai berbatang dua, bonsai dengan batang berjumlah genap tidak disenangi dan tidak dibuat.
Akar Terjalin (Netsuranari?)
Akar dari sejumlah batang pohon dari satu spesies (tiga batang pohon atau lebih) saling melekat dan berhubungan satu satu sama lainnya. Bentuk ini juga dapat berasal dari batang pohon yang tadinya tegak, namun roboh dan terkubur di dalam tanah. Bagian yang dulunya adalah dahan pohon, berubah peran dan tumbuh sebagai batang pohon. Dari batang pohon tersebut keluar akar, dan akar tersebut terjalin dengan akar pohon asal. Bentuk yang mirip dengan Akar Terjalin disebut Rakit atau Tumbuh dari Batang (Ikadabuki). Bonsai berbentuk Tumbuh dari Batang juga berasal dari pohon yang tadinya tegak, namun roboh dan dahan berubah peran menjadi batang. Perbedaannya dengan Akar Terjalin terletak pada akar yang hanya ada di satu tempat. Seperti halnya bonsai Berbatang Banyak, pohon berbatang genap tidak disukai.
Kelompok (Yoseue)
Lebih dari satu pohon ditanam bersama dalam satu pot dangkal atau ditanam di atas batu. Pohon yang ditanam dapat saja beberapa pohon dari satu spesies, atau campuran dari beberapa spesies berbeda. Nilai kreativitas karya dapat ditinggikan dengan perpaduan benda-benda hiasan yang diletakkan sebagai tambahan.
Pohon Sastrawan (Bunjinki)/Bebas
Bentuk bonsai ini asal usulnya dari meniru bentuk pohon dalam nanga. Dinamakan bonsai bentuk Pohon Sastrawan karena sastrawan zaman Meiji sangat menggemari bonsai bentuk ini. Pada zaman sekarang, batang kurus, jumlah dahan sedikit, dan dahan pendek juga disebut Pohon Sastrawan.
Pohon Tak Lazim (Kawariki)
Bentuk ini dipakai untuk menyebut bonsai yang tidak dapat digolongkan ke dalam bentuk-bentuk bonsai yang lazim.

Sejarah

Bonsai berasal dari seni miniaturisasi tanaman yang disebut penjing (盆景) dari periode Dinasti Tang. Di makam putra dari Maharani Wu Zetian terdapat lukisan dinding yang menggambarkan pelayan wanita yang membawa pohon berbunga dalam pot dangkal. Pot dangkal berukuran kecil ini merupakan miniaturisasi dari pemandangan alam.[3]
Kalangan bangsawan di Jepang mulai mengenal penjing sekitar akhir zaman Heian. Aksara kanji untuk penjing (盆景) dilafalkan orang Jepang sebagai bonkei. Sama halnya dengan di Cina, bonkei di Jepang juga merupakan miniaturisasi dari pemandangan alam. Seni yang hanya dinikmati kalangan atas, terutama kalangan pejabat istana dan samurai, dan baru disebut bonsai pada zaman Edo[4]
Menanam bonsai adalah pekerjaan sambilan samurai zaman Edo, saat bonsai mencapai puncak kepopuleran. Sejak zaman Meiji, bonsai dianggap sebagai hobi yang bergaya. Namun pemeliharaan bonsai dan penyiraman memakan banyak waktu. Sejalan dengan lingkungan tempat tinggal di Jepang yang makin modern dan tidak memiliki halaman, penggemar bonsai akhirnya terbatas pada kalangan berusia lanjut.

Ukuran


Bonsai di "Foire du Valais", Swiss, 2005.
Bonsai dikelompokkan menjadi enam kelompok berdasarkan tinggi tanaman dari pangkal batang hingga bagian puncak tanaman:
  • raksasa: tinggi pohon lebih dari 101 cm.
  • sangat besar: tinggi pohon antara 76-100 cm.
  • besar: tinggi pohon antara 46-75 cm
  • sedang: tinggi pohon antara 31-45 cm
  • kecil: tinggi pohon antara 16-30 cm
  • sangat kecil: tinggi pohon kurang dari 15 cm.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Bonsai)









Corydoras :


Corydoras :

Taxonomy

The name Corydoras is derived from the Greek kory (helmet) and doras (skin).[1] Corydoras is by far the largest genus of Neotropical fishes with more than 142 species.[2] In addition, many variants exist.[citation needed] It is the sole genus in the tribe Corydoradini.[3] C. difluviatilis is recognized as the basalmost species of Corydoradini, exhibiting several plesiomorphic features compared to the other species of Corydoras.[3][4] The type species for this genus is Corydoras geoffroy.[1] Several hundred Corydoras species are not yet classified, but kept by aquarists. These species are given C-numbers, originally devised by Hans-Georg Evers for the German fishkeeping magazine DATZ in 1993. In 2006, there were 153 C-numbers assigned, of which 32 had been assigned appropriate scientific names.[5]
The C. barbatus, C. macropterus, and C. prionotos have been reclassified into the genus Scleromystax.[3] Brochis had been differentiated from Corydoras due to the higher number of dorsal fin rays; however, Brochis has recently been suggested to be a synonym of Corydoras.[3] This is contested and has not been universally accepted. The sixray corydoras belongs in Aspidoras.[citation needed]

Distribution

The species of Corydoras usually have more restricted areas of endemism than other callichthyids, but the area of distribution of the entire genus almost equals the area of distribution of the family, except for Panama where Corydoras is not present.[6] Corydoras species are distributed east of the Andes to the Atlantic coast, from Trinidad to the Río de la Plata drainage in northern Argentina.[2] The genus is also widely distributed in South America from the Magdalena River basin, in Colombia, and occurs in a variety of environments.[4]

Description

Species assigned to Corydoras display a broad diversity of body shapes and coloration.[4] Corydoras are small fish, ranging from 25 to 120 millimetres (1.0–4.7 in) SL.[2]

Ecology

Corydoras are generally found in smaller-sized streams, along the margins of larger rivers, in marshes and ponds.[2] They are native to slow-moving and almost still (but seldom stagnant) streams and small rivers of South America where the water is shallow and very clear.[citation needed] Most species are bottom-dwellers, foraging in sand, gravel, or detritus.[2] The banks and sides of the streams are covered with a dense growth of plants, and this is where the corys are found. They inhabit a wide variety of water types but tend toward soft, neutral to slightly acidic or slightly alkaline pH and 5-10 degrees of hardness. They can tolerate only a small amount of salt (some species tolerate none at all) and do not inhabit environments with tidal influences.[citation needed] They are often seen in shoals.[2] Most species prefer being in groups and many species are found in schools or aggregations of hundreds or even thousands of individuals, usually of a single species, but occasionally with other species mixed in.[citation needed] Unlike most catfishes which are nocturnal, Corydoras species are active during the daytime.[2]
Their main food is bottom-dwelling insects and insect larvae and various worms, as well as some vegetable matter. Although no corys are piscivorous, they will eat flesh from dead fishes. Their feeding method is to search the bottom with their sensory barbels and suck up food items with their mouth, often burying their snout up to their eyes, one of the reasons a soft sand substrate is preferable.
In several species of Corydoras, it has been observed that the fishes, after initial evasive reaction to threat, lay still; this is suggested to be a form of cryptic behavior. However, it is also argued that most species do not have cryptic coloration nor freezing behavior and continue to exist.[2]
A few Otocinclus species (O. mimulus, O. flexilis, O. affinis, and O. xakriaba) are considered to be Batesian mimics of certain Corydoras species (C. diphyes, C. paleatus, C. nattereri, and C. garbei, respectively). These Corydoras species have bony plates of armor and strong spines as defenses, making them less palatable; by mimicking these species in size and coloration, Otocinclus avoid predation.[2]
A unique form of insemination has been described in Corydoras aeneus. When these fish reproduce, the male will present his abdomen to the female. The female will attach her mouth to the male's genital opening, creating the well-known "T-position" many Corydoras exhibit during courtship. The female will then drink the sperm. The sperm rapidly moves through her intestines and is discharged together with her eggs into a pouch formed by her pelvic fins. The female can then swim away and deposit the pouch somewhere else alone. Because the T-position is exhibited in other species than just C. aeneus, it is likely that this behavior is common in the genus.[7]

In the aquarium

The Corydoras genus is well known among aquarists for its many ornamental species.[8] They are well suited to tropical freshwater community aquariums, as they get along well with other species and are not at all aggressive. Some types of Corydoras are quite timid and are recommended to be kept in shoals of three upwards. Corys are mostly bottom feeders, so they should be offered sinking pellets as well as supplements of live and frozen foods. If flake foods are used, care should be taken to prevent all food from being eaten by faster moving fish at the higher levels of the tank.
Most corys prefer soft, acidic water. They can, however, tolerate a wide range of water conditions, including temperatures that are cooler than tropical. They do not do well in fish tanks with high nitrate levels. This ion leads to the infection of the barbels, which will shorten and become useless. The barbels may also be affected by constant contact with a sharp substrate. They are more likely to thrive if there is an open area of substrate on the bottom of the tank where they can obtain submerged food.
It is a myth that salt cannot be used on this species of fish as a means of parasite medication. Salt can be added to the water of the Corydoras catfish in order to rid the fish of ich.
These fish are fairly easy to keep, being peaceful, hardy, active, and entertaining. Occasionally they will dart to the surface, sticking their snout above the water for an instant to take a "breath" of air. This behavior is perfectly normal and is not an indication that anything is wrong with the fish. However, If this is done in excess, it can indicate poor water conditions.
Where investigated Corydoras sp. have been shown to be diurnal and crepuscular rather than nocturnal and activity can even peak at twilight.[9] Corydoras are very good choices for a community aquarium, and are widely kept throughout the world. Their longevity in the aquarium is noteworthy; C. aeneus is said to have lived 27 years in captivity and 20 years is not too uncommon.
(http://en.wikipedia.org/wiki/Corydoras)
Maaf belom ditranslate.....:)


  

Jenis ikan corydoras yang banyak beredar dipasar ikan hias Indonesia :
Albino :
Corydoras albino adalah corydoras yg bermutasi warna dari warna aslinya ke warna albino (putih). diindonesia corydoras albino yang beredar biasanya dari corydoras aenus dan corydoras  paleatus

gambar anakan corydoras albino  aenus yang pernah saya breed sendiri














Aenus : Cory

Paleatus : Gambar ukuran indukan Corydoras paleatus













(Mohon maaf untuk gambar rokoknya nanti akan diganti dengan gambar yg lebih baik)

Panda:

Sterbay :

Corydoras yang dijelaskan diatas adalah jenis corydoras yang biasanya banyak beredar dipasar indonesia.

dan masih banyak lagi corydoras lainnya yg sudah teridentifikasi maupun yang belum di alam di habitat aslinya.....Waaaaww